Loading...

Pengertian Cinta Menurut Al-Qur'an

Jiwa beragama atau kesadaran beragama merujuk kepada aspek ronhaniah individu yang berkaitan dengan keimanan kepada Allah dan pengaktualisasiannya melalui peribadatan kepada-Nya, baik yang bersifat hablumminnallah maupun hablumminnannas. Keimanan kepada Allah dan aktualisasinya dalam ibadah merupakan hasil dari internalisasi, yaitu proses pengenalan, pemahaman, dan kesadaran pada diri seseorang terhadap nilai-nilai agama. Proses ini terbentuk dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor internal (fitrah, potensi beragama) dan eksternal (lingkungan).

A. Faktor Internal (Fitrah)
Perbedaan hakiki antara manusia dan hewan adalah bahwa manusia memiliki fitrah (potensi ) beragama. Setiapa manusia yang lahir ke dunia ini, baik yang masih primitif (bersahaja) maupun yang modern; baik yang lahir di negara komunis maupun beragama; baik yang lahir dari orang tua yang shalih maupun yang jahat, sejak Nabi Adam sampai akhir zaman, menurut fitrahnya mempunyai potensi beragana, keimanan kepada Tuhan, atau percaya terhadap suatu dzat yang mempunyai kekuatan yang menguasai dirinya atau alam dimana dia hidup.

Dalam perkembangannya, fitrah beragama ini ada yang berjalan secara alamiah dan ada yang mendapat bimbingan dari agama, sehingga fitrahnya itu berkembang secara benar sesuai dengan kehendak Allah Swt.
Keyakinan bahwa manusia memunyai fitrah beragama merujuk kepada firman Allah

(ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)" (Qs.Al- A’raaf:172)

Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (Qs. Ar.Ruum:30)

“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (Qs. Asy Syams:8-10)

Fujur dalam Qs. Asy-Syams diatas berarti hawa nafsu, sebagai disposisi (potensi) yang mendorong individu untuk melakukan suatu perbuatan (dalam rangka memperoleh kepuasan) dengan tidak memperhatikan nilai-nilai agama seperti tercermin dalam perbuatan zina, mencuri, berjudi, meminum minumam keras, dan mendzolimi orang lain. Sedangkan “taqwa” merupakan potensi yang mendorong individu untuk melakukan perbuatan yang baik(selaras dengan nilai-nilai agama),seperti teraktualisasikan dalam perbuatan:taat beribadah, menjalin persaudaraan, menolong orang lain, thalabul ilmi, dan sebagainya.

Salah seorang psikolog bernama Hurlock berpendapat bahwa keluarga merupakan “Training Centre”bagi penanaman nilai-nilai, termasuk juga nilai-nilai agama. Pendapat ini menunjukkan bahwa kelurga mempunyai peran sebagai pusat pendidikan bagi anak untuk memperoleh pemahaman tentang nilai-nilai (tata karma, sopan santun, atau ajaran agama) dan kemapuan untuk mengamalkan atau menerapannya dalam kehidupan sehari-hari, baik secara personal maupun social kemasyarakatan.

Peranan keluarga ini terkait dengan upaya-upaya orang tua dalam menanaman nilai-nilai agama kepada anak, yang prosesnya berlangsung pada masa pra lahir (dalam kandungan) dan pasca lahir. Pentingnya penanaman nilai agama pada masa pra lahir, didasarkan kepada pengamtan ahli pskologi terhadap orang-orang yang mengalai gangguan jiwa. Hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa gangguan jiwa mereka dipengaruhi oleh keadaan emosi atau sikap orang tua (terutama ibu) pada masa merekaberada dalam kandungan.

0 Response to "Pengertian Cinta Menurut Al-Qur'an"

Post a Comment